Jurnaldesa.id | Jakarta – Peristiwa tumpahan minyak di pesisir Pantai Utara Karawang sedang hangat dibicarakan dan banyak menyita perhatian berbagai pihak. Insiden kecelakaan yang terjadi di sumur minyak milik Pertamina itu terjadi sejak 12 Juli 2019.
Dilansir dari laman cnbcindonesia.com, Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan Samsu menerangkan, “Kronologi pada 12 Juli pada pukul 01.30 dini hari pada saat melakukan re-entry dari driling activity di sumur YYA 1 lalu muncul gelembung gas,” terangnya pada konfrensi pers dikantornya, Kamis (25/7/2019).
Dari kejadian itu berimbas terhentinya wilayah operasi. Disusul pada 14 Juli 2019 pihak pelaksana operasi segera melakukan evakuasi para pekerja. Esoknya pada 15 Juli 2019, pihak Pertamina menetapkan kondisi darurat yang disampaikan kepada SKK Migas dan Kementerian ESDM.
Termasuk melakukan koordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintah terkait seperti Kementerian BUMN, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), TNI, Polri, Kemenko Bidang Kemaritiman, Basarnas, lembaga Walhi, dan KKS lain yang telah membantu.
Kemudian pada 16 Juli 2019, terdapat oil sheen atau lapisan minyak di permukaan laut. Rabu, pada 17 Juli 2019 oil spill atau tumpahan minyak mulai terlihat di sekitar anjungan. “Dan pada 18 Juli 2019, tumpahan minyak telah mencapai pantai yang bergerak ke arah barat, 2 km pantai,” ungkap Dharmawan.
Pewarta: Yudi AS.
Editor: Djali Achmad