Menu

Mode Gelap
Program Electrifying Agriculture PLN Tekan Biaya Operasional Petani Bawang Hingga 75 Persen Pom Listrik Kapal Sandar PLN Bantu Nelayan NTT Siswa Sekolah Live in di Desa Wisata Binaan Bakti BCA BMKG Tingkatkan Literasi Iklim Petani Kopi Warga Pedukuhan Gunung Cilik, Bantul, Tak Lagi Kesulitan Air Bersih

Dinamika · 8 Sep 2021 12:00 WIB ·

Menggali Potensi Lokal, Kemenparekraf Upayakan Program Aksilirasi di Labuan Bajo


 Program Aksilirasi yang diprakarsai Kemenparekraf RI menghasilkan musik orkestra rakyat Flores Human Orchestra (FHO) di Desa Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia Perbesar

Program Aksilirasi yang diprakarsai Kemenparekraf RI menghasilkan musik orkestra rakyat Flores Human Orchestra (FHO) di Desa Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, Indonesia

Jurnaldesa.id | Manggarai Barat – Berbagai upaya dilakukan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) untuk menggali potensi lokal di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Salah satunya melalui program Aksilirasi (Aksi Selaras Sinergi), yang diharapkan dapat menciptakan pengalaman berwisata yang khas, sekaligus meningkatkan jumlah wisatawan di Labuan Bajo.

Salah satu program Aksilirasi di Labuan Bajo yang telah dikembangkan adalah Flores Human Orchestra (FHO). Sebagai pengantar, Flores Human Orchestra adalah komunitas musisi lokal Flores bagian barat yang dibentuk untuk mengemas lagu-lagu etnik Flores dengan kemasan baru, yakni menggunakan format acapella, folk, dan modern band.

Uniknya, meskipun menggabungkan unsur musik modern dan kekinian, namun seluruh aransemen yang diciptakan tetap mempertahankan nuansa tradisional. Dengan begitu, FHO berharap dapat mengangkat musik lokal tradisional Flores dan terus mengembangkannya guna mempertahankan identitas bangsa.

“FHO merupakan komunitas yang tumbuh dari masyarakat. FHO didorong dan didukung oleh Kemenparekraf dan Badan Otorita Labuan Bajo Flores (BPOLBF) selaku fasilitator agar komunitas ini terus berkembang dan mandiri. FHO memiliki mentor yaitu Ivan Nestorman, putra Flores, yang memang mengerti seluk beluk musik dan budaya di sana,” kata Mohammad Amin, Direktur Industri Kreatif Musik, Seni Pertunjukkan, dan Penerbitan Kemenparekraf/Baparekraf.

Dibentuknya Flores Human Orchestra juga merupakan bagian dari Creative Hub Labuan Bajo, yang merupakan sarana atau tempat menampung berbagai ide dan kegiatan kreatif para pelaku pariwisata dan ekonomi kreatif di Labuan Bajo.

Selain itu, Flores Human Orchestra juga diharapkan dapat melibatkan para musisi lokal sebagai pelaku utama dalam sektor pariwisata dan ekonomi kreatif di Labuan Bajo. Sehingga, dapat mengenalkan Labuan Bajo lebih luas, khususnya dari sisi budaya, sehingga menarik wisatawan datang berkunjung.

Flores Human Orchestra dalam sebuah pertunjukan virtual yang ditayangkan melalui YouTube Kemenparekraf

Sejarah Flores Human Orchestra

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya dibentuknya Flores Human Orchestra berawal dari program Aksilarasi oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) pada bulan November 2020.

Dibentuknya Flores Human Orchestra dimulai dengan mengumpulkan 45 orang bertalenta di Labuan Bajo yang memiliki kemampuan di bidang musik. Baik itu kemampuan mengolah vokal, bermain alat musik dalam bentuk band, hingga mengaransemen lagu-lagu, tarian, dan tabuhan perkusi asli masyarakat Manggarai.

Pada Maret 2021, Kemenparekraf/Baparekraf kembali menyelenggarakan program tahap dua di Labuan Bajo. Pada kesempatan tersebut, Flores Human Orchestra mulai menampilkan karya terbaik mereka dengan memperbanyak lagu sekaligus pembuatan video dari karya yang diciptakan.

Setidaknya sampai saat ini sudah ada tiga grup yang terbentuk dan tergabung menjadi bagian Flores Human Orchestra, yakni Labuan Bajo Acapella, Labuan Bajo Folks, dan Labuan Bajo World Band.

Sesuai namanya, Labuan Bajo Acapella akan membawakan lagu-lagu rakyat Nusa Tenggara Timur (NTT) secara akapela. Kemudian Labuan Bajo Folks menekankan unsur etnik, seperti perpaduan perkusi, nyanyian, serta tarian. Lalu Labuan Bajo World Band adalah format modern band namun digabungkan dengan instrumen etnik, seperti gendang gong dan suling.

“Ciri khas FHO adalah selalu membawakan lagu-lagu berbahasa daerah (Manggarai dan Flores) yang dimainkan dengan iringan alat musik tradisional dengan sentuhan modern, serta menampilkannya dengan memakai kostum lokal. Sambil bernyanyi, mereka juga menari dengan irama lokal dan mengutamakan kekuatan harmonisasi vokal daripada instrumen musik. Sejauh ini, FHO sudah menggarap 12 lagu dan semuanya berbahasa daerah,” jelas Mohammad Amin.

Flores the Singing Islands

Pada 17 Agustus 2021, festival Flores the Singing Island ditayangkan di kanal YouTube Kemenparekraf. Sangat menakjubkan karena festival musik tersebut diikuti lebih dari 100 musisi dari Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).

Flores the Singing Island adalah kegiatan kolaborasi antara seniman, penyanyi, serta komunitas musik Flores yang didukung oleh Kemenparekraf/Baparekraf dan BPOLBF (Badan Pelaksana Otorita Labuan Bajo Flores).

Kegiatan ini mengangkat nilai budaya bernyanyi orang Flores. Berbeda dengan festival musik pada umumnya, Flores the Singing Island mengajak para penonton mengenal budaya bernyanyi Pulau Flores, dengan latar keindahan alam yang ada di Flores.

Flores the Singing Island dibuka dengan penampilan musisi neo tradisi, Ivan Nestorman, yang menyanyikan Flores the Singing Island hasil karyanya sendiri. Lagu yang dinyanyikan pun menggunakan lirik bahasa Inggris, namun tetap dipadukan dengan instrumen dan aransemen khas Flores.

Setelah dibuka dengan penampilan berbagai kolaborasi musisi Flores, festival musik virtual tersebut dilanjutkan dengan berbagai komunitas dan musisi Flores. Salah satunya adalah Flores Human Orchestra (FHO), yang menampilkan lagu etnis dengan aransemen kekinian, namun tetap mempertahankan nuansa tradisional.

FHO menampilkan Dende (kumpulan lagu rakyat se-Flores) yang dibawakan secara medley dan akapela. Setelah itu, musisi lokal Flores secara bergantian tampil. Di antaranya Wela Rana, Ketrin Peto & Herto B. Abdul, Jamaica Cafe, Paul Hanny Wadhi, Dian Sorowea, Stevan Hege, Philip Lagabelo, Iqua Tahlequa, Sanggar Musik Seni Tawa, Nagekeo Ansamble, Ring Roots, dan masih banyak lagi.

Berwisata tidak hanya melihat sisi keindahan alam yang ditawarkan saja, melainkan dari budaya suatu daerah, salah satunya lewat tarian dan nyanyian. Itulah yang terus disajikan oleh teman-teman dari Flores Human Orchestra dan musisi dari Flores lainnya dalam Flores the Singing Island.

Pewarta : FEB
Editor : LIN

Facebook Comments Box
Artikel ini telah dibaca 63 kali

Baca Lainnya

Program Electrifying Agriculture PLN Tekan Biaya Operasional Petani Bawang Hingga 75 Persen

28 April 2023 - 16:09 WIB

PLN

Pom Listrik Kapal Sandar PLN Bantu Nelayan NTT

28 April 2023 - 12:28 WIB

PLN

Siswa Sekolah Live in di Desa Wisata Binaan Bakti BCA

13 April 2023 - 17:08 WIB

BCA

BMKG Tingkatkan Literasi Iklim Petani Kopi

20 Maret 2023 - 15:04 WIB

BMKG

Warga Pedukuhan Gunung Cilik, Bantul, Tak Lagi Kesulitan Air Bersih

14 Maret 2023 - 18:32 WIB

BCA

Siap-Siap! Kemarau Datang Lebih Awal, El-Nino Berpeluang 50-60%

7 Maret 2023 - 13:27 WIB

BMKG
Trending di Dinamika