Jurnaldesa.id | Jakarta – Kabar mengharukan hadir dari kehendak baik Pemerintah Indonesia untuk memberikan kompensasi atau kerugian kepada korban kerusuhan Ambon yang terjadi pada tahun 1999. Betul, bahwa kerugian yang diderita oleh rakyat Ambon sangat memprihatinkan dan itikad baik dari Pemerintah Indonesia patut untuk diapresiasi.
Kebijakan baik ini menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) yang menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) pemerintah terkait gugatan class action atau gugatan perwakilan kelompok yang diajukan para korban kerusuhan Maluku.
Terkait hal tersebut, Menteri Desa Abdul Halim Iskandar mengungkapkan, pihaknya sedang menyiapkan dokumen prihal proses bayar ganti rugi kepada korban tragedi kerusuhan Maluku.
“Kami siap untuk melaksanakan tugas – tugas yang diamanahkan untuk ikut mendukung percepatan dan keberhasilan pelaksanaan tindak lanjut pengadilan ini,”kata Menteri Abdul Halim Iskandar dalam Rakorsus Tingkat Menteri, Kamis (05/08).
Seperti yang diamanahkan putusan pengadilan tingkat pertama, pemerintah harus segera menjalankan perintah putusan untuk memberikan ganti rugi sebesar Rp3,9 triliun kepada korban tragedi kerusuhan Maluku sebagai penggugat.
Total uang tersebut terdiri dari bahan bangunan rumah (BBR) sejumlah Rp15 juta dan uang tunai Rp3,5 juta untuk masing – masing pengungsi sebanyak 213.217 kepala keluarga.
Rakorsus dipimpin langsung oleh Menkopolhukam Mahfud MD dan diikuti oleh beberapa kementerian lainnya, antara lain Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa; Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian.
Kerusuhan Maluku yang dimaksud adalah konflik etnis – politik yang melibatkan agama di kepulauan Maluku, khususnya pulau Ambon dan Halmahera, konflik ini bermula pada era Reformasi awal 1999 hingga penandatanganan Piagam Malino II tanggal 13 Februari 2002.
Penyebab utama konflik ini adalah ketidakstabilan politik dan ekonomi secara umum di Indonesia setelah Soeharto tumbang dan rupiah mengalami devaluasi selama dan seusai krisis ekonomi di Asia Tenggara.
Rencana pemekaran provinsi Maluku menjadi Maluku dan Maluku Utara semakin memperuncing permasalahan politik daerah yang sudah ada. Karena permasalahan politik tersebut menyangkut agama, perseteruan terjadi antara umat Kristen dan Islam pada Januari 1999.
Pewarta : LIN
Editor : DJ