Jurnaldesa.id | Bogor – Pemanfaatan lahan untuk pertanian dan peternakan merupakan kebutuhan dasar Indonesia. Sebagai sebuah pola usaha masyarakat yang bersentuhan langsung dengan alam, tentunya pengelolaannya patut untuk diperhatikan oleh masyarakat. Agar pada peruntukannya jadi tepat dan bermanfaat serta tidak terjadi kerusakan alam, pelaku pertanian dan peternakan membutuhkan dukungan pada pengelolaannya.
“Masyarakat Desa Malasari pada awalnya adalah penambang liar, yang kemudian mencoba merubah mindset sejak dijadikan kawasan Taman Nasional menjadi pertanian dan peternakan. Sebagai Ketua Kelompok Tani Hutan (KTH) menjalin kerja sama dengan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS). Kami dipercaya untuk mengelola lahan seluas 5 Ha,” ujar Endang Sukendar atau yang biasa dipanggil Abah Gede.
Ia menyampaikan, visi misi KTH adalah untuk mensejahterakan masyarakat. Pola kemitraan ini secara langsung dibawah naungan Dirjen KSDAE, Wiratno. Lahan ini digunakan untuk pertanian terpadu diantaranya peternakan, bercocok tanam dan hortikultura. Intinya kami ingin merubah nasib hidup menjadi sejahtera, dan dalam pengelolaannya menggunakan konsep pertanian terpadu ini.
“Kami butuh bantuan dan dukungan dari semua pihak, kendala yang kami alami adalah pasar. Ada juga kebutuhan permodalan dan bibit. Tanaman pokok dilahan kami adalah Jahe Merah seluas 3 Ha, selebihnya adalah peternakan domba dan hortikultura. Mengenai lahan kami juga mengalami kendala dimana butuh perluasan untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat agar dapat hidup mandiri,” pungkas Abah Gede.
Berikut adalah pranala tayangan video untuk menyaksikan ulasan selengkapnya :
Pewarta : FEB
Editor : LIN